PENDAHULUAN
Era globalisasi telah menghadirkan hegemoni media,
revolusi ilmu, kemajuan ilmu dan teknologi (IPTEK) yang memberikankan kemudahan
dalam kehidupan manusia. Namun pada saat yang sama memunculkan kekhwatiran,
karena dampaknya dapat merusak kearifan lokal dan keramahan yang menjadi ciri
khas dan identitas bangsa Indonesia.
Degradasi moral (krisis moral) yang terjadi di Indonesia
yang diungkap melalui media cetak dan media elektonik sungguh memprihatinkan. Degradasi
moral ditandai dengan maraknya kasus korupsi dan suap, meningkatnya pergaulan
bebas, kenakalan remaja, pemerkosaan dan pembunuhan, meluasnya pornografi dan
penyalagunaan obat-obat terlarang yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan
secara tuntas oleh pejabat yang berwewenang, kekerasaan pada anak baik fisik dan
psikis juga terjadi di lembaga pendidikan dan berbagai peristiwa lainnya.
Karena hal inilah Indonesia harus mampu memperkuat
ketahanan negaranya. Salah satu caranya melalui pendidikan karakter, namun
tidak berarti mengabaikan pendidikan lainnya. Pendidikan karakter adalah suatu
keharusan diterapkan dalam institusi keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Dibutuhkan kerja sama semua pihak dalam mengimplementasikan pendidikan karakter
yang sangat diperlukan generasi suatu bangsa. Sebab di tangan generasi muda
sebagai penerus, masa depan suatu bangsa ditentukan.
Pendidikan karakter dalam konteks kekinian sangat
diperlukan untuk menghadapi degradasi moral yang sedang melanda bangsa ini.
Implementasi pendidikan karakter sejak dini akan memberikan dampak positif bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui pendidikan karakter, suatu bangsa
dapat mempersiapkan generasi yang berkarakter baik, tangguh, memiliki daya
juang yang tinggi, mandiri dan bertanggung jawab. Jika generasi suatu bangsa
dipersiapkan dengan baik, maka bangsa akan mengalami kemajuan dan kejayaan di masa
yang akan datang.
Pendidikan sebagai agent of change dianggap paling bertanggung jawab dalam mengatasi
degradasi moral. Pendidikan harus mampu melakukan perbaikan-perbaikan karakter
bangsa ini. Penerapan pendidikan karakter di lembaga pendidikan tinggi menjadi
suatu keharusan. Lembaga pendidikan tidak hanya menyiapkan lulusannya dengan
bekal pengetahuan (knowledge) dan keterampilan
(skill) saja, terapi harus mampu
melakukan pembentukan karakter (character building), sehingga lulusannya menjadi individu yang utuh.
Lulusan yang cerdas secara kognitif, afektif, psikomotorik, spiritual keagamaan
dan memiliki karakter baik untuk mampu menata masa depannya dan masa depan bangsanya.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI, 2002: 263). Langeveld dalam
Pidarta (2002: 10) mengatakan pendidikan adalah memberi pertolongan secara
sadar dan sengaja kepada seorang anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya
menuju ke arah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung
jawab susila atau segala tindakannya menurut pilihannya sendiri.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mendefiniskan pendidikan sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran sehingga perserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Jelas bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik secara aktif, agar peserta didik memiliki kecerdasan, kepribadian
dan akhlak mulia. Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia cerdas namun
juga membentuk insan Indonesia memiliki karakter dan kepribadian mulia.
Harapannya agar bangsa ini memiliki generasi yang tumbuh dan berkembang secara
utuh. Generasi yang cerdas, terampil dan juga berkarakter dan berkepribadian
baik sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai moral, etika dan budaya luhur
bangsa.
Melalui pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pendidikan itu
mencakup semua usaha yang dilakukan oleh orang dewasa untuk memberikan pengetahuan,
pengalaman, keterampilan dan kecakapan bagi yang belum dewasa, agar yang belum
dewasa tumbuh ke arah kedewasaan untuk dapat memenuhi fungsinya baik secara
individu, anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa.
Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein artinya membuat tajam,
membuat dalam. Dalam KBBI, (2002:
1270) karakter atau watak diartikan sebagai sifat batin manusia yang
mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat. Sagala (2013:
290-291) berpandangan bahwa karakter terdiri dari watak, akhlak, dan budi
pekerti yang diwujudkan oleh nilai-nilai moral yang dipatrikan untuk menjadi
nilai intrinsik dalam diri dan terwujud dalam suatu sistem daya juang.
Berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak.
Karakter, watak atau sifat
batin dibentuk melalui pembiasaan. Nilai dasar dalam pembentukan karakter
menurut hemat peenulis adalah hormat (respect)
pada Tuhan, diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Karena dengan respect setiap individu memandang dirinya
dan orang lain berharga dengan segala potensi dan memiliki derajat yang sama
sebagai mahkluk Tuhan. Penanaman karakter dimulai dari keluarga, selanjutnya
melalui pendidikan formal dan di masyarakat. Ketiga lembaga ini harus
bersinergi untuk menanamkan dan membentuk karakter dalam diri anak atau peserta
didik, agar kelak menjadi individu yang unggul. Karakter yang baik diperoleh
melalui proses pembelajaran yang panjang dan dilakukan secara kontinu melalui
tindakan.
Depertemen Pendidikan Amerika
Serikat mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut, “Pendidikan
karakter mengajarkan kebiasaan berpikir dan kebiasaan berbuat yang dapat
membantu orang-orang hidup dan berkerja sama sebagai keluarga, sahabat,
tetangga, masyarakat dan bangsa.” Menjelaskan pengertian tersebut dalam brosur
Pendidikan Karakter (Character
Education brochure) dinyatakan bahwa pendidikan
karakter adalah suatu proses pembelajaran yang membiasakan siswa dan orang dewasa di
dalam komunikatas sekolah untuk memahami, peduli, dan berbuat berlandaskan
nilai-nilai etika seperti; respect,
keadilan, kebajikan warga (civic
virtue) dan kewarganegaraan (citizenship), dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain. (Muchlas Samani
dan Hariyanto, hlm, 44).
Dengan demikian penulis
menyimpulkan bahwa pendidikan karakter atau pendidikan moral adalah suatu
sistem pembelajaran yang menanamkan dan mempengaruhi karakter seseorang melalui
komponen pengetahuan tentang kebaikan, kesadaran individu akan kebaikan dan
adanya kemauan untuk bertindak kebaikan terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama
manusia, dan lingkungan. Penanaman dan pembentukan karakter dilakukan melalui
keteladanan dan pembiasaan. Untuk dapat mewujudkan generasi berkarakter dan
bermoral baik, maka pendidikan karakter adalah sebuah keharusan untuk diimplementasikan
dalam pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Lickona (1991) mengatakan
pendidik karakter dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu komponen knowing (pengetahuan), acting
(pelaksanaan) dan habit (kebiasaan). Moral knowing: (1) Moral awarness; (2) Knowing moral values; (3) Perspective-taking; (4) Moral reasoning; (5) Decision-making;
(6) Self-knowledge. Moral feeling yaitu: (1) Koncience; (2) Self-esteem; (3) Empathy; (4)
Loving the good; (5) Self-control; (6) Humanity. Sedangkan moral action yaitu: (1) Competence; (2) will; (3) Habit.
Pendidikan karakter tidak hanya
mengajarkan mana benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang tidak
baik. Tetapi pendidikan karakter itu lebih kepada menanamkan kebiasaan
mengetahui, merasakan dan melakukan yang benar dan yang baik. Pendidikan
karakter tentu akan berjalan baik dengan melibatkan tiga institusi yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Jika salah satu terabaikan maka pendidikan
karakter tidak berjalan baik dan akan sulit mewujudkan generasi yang unggul dan
berkualitas.
B. Fungsi
Pendidikan Karakter
Krisis moral yang melanda bangsa ini seakan membangun kesadaran pentingnya
pendidikan karakter dalam pendidikan formal, nonformal dan informal. Terabaikannya
pendidikan karater, berakibat pada meningkatnya krisis moral, dan munculnya
fenomena sosial dalam masyarakat. Lembaga pendidikan formal termasuk perguruan
tinggi sebagai tempat mahasiswa membekali diri dengan ilmu, keterampilan dan
pembentukan karakter, diharapknan dapat meningkatnya perannya dalam memperbaiki
karakter generasi bangsa yang berkualitas.
Adapaun fungsi utama pendidikan karakter adalah:
1.
Berfungsi untuk mengembangkan
potensi dasar individu
Dalam fungsi
ini pendidikan karakter bertujuan menjadikan individu berpikir baik, berhati
baik dan bertingkah laku baik sesuai ajaran agama dan nilai moral universal
yang diterima di masyarakat. Pribadi mandiri, ramah, jujur, baik hati,
bertanggung jawab dan senantiasa bersikap dan berperilaku baik.
2.
Berfungsi untuk penguatan dan perbaikan
Pelaksanaan pendidikan karakter dalam keluarga, sekolah/kampus
dan masyarakat dilakukan untuk penguatan nilai-nilai agama dan nilai-nilai
moral. Juga dapat memperbaiki cara berpikir, cara merasa dan cara berperilaku
individu sesuai dengan nilai-nilai agama dan moral. Dengan demikian setiap
individu dapat melakukan hal-hal yang baik dalam hidupnya, tidak merugikan
dirinya dan orang lain, serta dapat bermanfaat bagi orang lain. Fungsi
penguatan dan perbaikan juga ditujuakan pada keluarga, sekolah dan masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan pendidikan karakter, karena
pendidikan karakter adalah suatu keharusan untuk mendapatkan sumber daya
manusia yang berkualitas menuju bangsa yang maju dan sejahtera. Melalui
pendidikan karakter dapat dilakukan perbaikan terhadap kerusakan perilaku-perilaku
menyimpang, seperti kebiasaan nonton film porno, seks bebas, kenakalan remaja,
dan lainnya.
3.
Berfungsi untuk melindungi
Yang dimaksud fungsi melindungi terkait dengan pendidikan
karakter yang penulis maksud adalah melindungi masyarakat agar tidak mudah
ikut-ikutan dengan perilaku yang melanggar agama, nilai-nilai moral di
masyarakat. Era globalisasi membuat batas semakin menipis, hal ini membuat
budaya-budaya asing lebih cepat masuk dalam suatu negara, tidak terkecuali
Indonesia. Dengan diterapkannya pendidikan karakter, akan lebih mudah
melindungi masyarakat khususnya mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa.
Melindungi nilai-nilai agama, nilai-nilai moral, Pancasila, budaya, dan kearifan
lokal sebagai Indentitas dan kekayaan bangsa.
C. Nilai-Nilai
Karakter yang Dapat Diintegrasikan Dalam Proses Perkuliahan
Pendidikan karakter adalah suatu
keharusan di perguruan tinggi. Ada sejumlah nilai-nilai karakter yang menjadi
fokus yang dapat diintegrasikan dalam proses perkuliahan. Bukan berarti
nilai-nilai lainnya tidak penting atau diabaikan. Semua nilai-nilai karakter
memberikan dampak positif baik bagi individu dan secara luas bermanfaat bagi bangsa.
Memang sebaiknya seluruh nilai-nilai karakter diperkuat dalam diri mahasiswa,
agar bangsa ini mempunyai generasi penerus yang tidak hanya cerdas dan terampil
tetapi memiliki keimanan yang kuat, karakter yang baik, serta bermoral baik.
Adapun nilai-nilai karakter
yang dapat diintegrasikan dalam proses perkuliahan yang penulis maksud adalah:
1.
Religius
Dosen khususnya harus mampu menanamkan pentingnya beriman
dan beribadah kepada Tuhan. Mahasiswa senantiasa diingatkan sebagai umat
beragama hendaknya beriman dan mengasihi Tuhan, dengan cara melakukan kehendak
dan perintah Tuhan. Dalam sikap dan perilakunya harus menunjukkan orang
beragama yang memiliki sifat dan perilaku baik sesuai ajaran agama.
2.
Kejujuran
Sikap dan perilaku jujur harus ditanamkan dan menjadi
kebiasaan dalam diri mahasiswa, agar terbiasa dan terbawa dalam dunia kerja. Jika
mahasiswa terbiasa berperilaku jujur, akan terhindar dari praktek-praktek
korupsi, suap, dan nepotisme. Kejujuran ditanamkan melalui menghargai miliki sendiri,
menghargai milik orang lain, tidak menyontek saat ujian, melaksanakan tugas
dengan penuh tanggung jawab, berkata benar, dan lainnya.
3.
Kepedulian
Penting memperkuat karakter kepedulian dalam diri
mahasiswa terhadap lingkungannya baik lingkungan keluarga, kampus maupun masyarakat.
Kepedulian terhadap permasalahan dan
fenomena yang ada salah satunya degradasi moral. Hal ini penting, agar
mahasiswa memiliki pandangan kristis terhadap permasalahan dan fenomena yang
ada, dan menemukan langkah-langkah penyelesaian sesuai dengan fakta-fakta yang
ada. Sikap peduli akan membuat mahasiwa menjadi individu yang tidak hidup untuk
dirinya atau kelompoknya saja, tetapi berusaha hidup bermanfaat bagi sesamanya
dan kemajuan bangsanya.
4.
Menghormati orang lain
Sebagai orang muda mahasiswa juga diajarkan untuk hormat
kepada orang lain khususnnya orang yang lebih tua, ramah terhadap yang
seumuran, dan mengasihi yang lebih muda. Di kampus mahasiswa diajarkan hormat
kepada pimpinan, dosen dan tenaga kependidikan, menghormati orang tuanya, menghormati
pemerintah yang ada dan tokoh-tokoh agama. Menghormati dalam pengertian disini
yaitu menghargai, mendengarkan arahan atau ajaran benar yang disampaikan,
menjaga sopan santun dan etika dalam bergaul dan berbicara.
5.
Kerja sama
Kerja sama salah satu komponen dalam kesuksesan. Bahwa
tidak ada individu yang dapat melakukan segalanya seorang diri. Kerja sama
sangat diperlukan dalam dunia kerja. Karena hal ini mahasiswa harus terbiasa
dalam bekerja sama selama di kampus. Dalam proses perkuliahan, dosen dapat
membentuk kelompok-kelompok diskusi yang hetrogen agar mahasiswa terbiasa
bekerja sama dengan yang berbeda agama, suku, kecerdasan, dan jenis kelamin.
Setiap individu dalam kelompok bertanggung jawab mengerjakan tugas secara
bersama-sama untuk keberhasilan kelompoknya. Mahasiswa yang terbiasa menerima
perbedaan, akan bertindak lebih arif dan bijaksana dalam hidupnya ketika
menghadapi permasalahan.
6.
Mandiri
Dalam proses perkuliahan mahasiswa harus dilatih memiliki
sikap mandiri yang akan membentuk pribadinya menjadi tangguh. Selain mahasiswa
menimbah ilmu dari proses perkuliahan, sistem pembelajaran juga dapat membentuk
kepribadian mahasiswa menjadi matang secara emosional dan mandiri dalam
hidupnya. Karakter mandiri dapat diperkuat dengan cara melatih mahasiswa
mengambil keputusan untuk dirinya seperti jurusan yang diminati atau
kegiatan-kegiatan kampus yang akan diikuti,
7.
Tanggung jawab
Tanggung jawab bagian yang tidak kalah penting diperkuat
dalam diri mahasiswa. Mahasiswa hendaknya memiliki tanggung jawab terhadap
dirinya seperti menyelesaikan studi tepat waktu, mengerjakan tugas-tugas kuliah,
bertanggung jawab kepada orang tua atau sponsor yang memberi beasiswa,
bertanggung terhadap masyarakat yaitu mengabdikan ilmu dan ketermapilannya
serta sebagai generasi bangsa, mahasiswa bertanggung jawab untuk memajukan peradaban
bangsanya.
8.
Adil dan mau memaafkan
Perilaku adil dan mau memaafkan juga penting diperkuat
dalam diri mahasiswa. Bahwa tidak ada orang yang tidak pernah bersalah adalah
keniscayaan, bahwa setiap orang ingin diperlakukan adil juga hal yang mendasar.
Karena itu sebagai generasi muda, mahasiswa harus belajar bersikap adil
terhadap diri sendiri dan orang lain, serta mau memaafkan kesalahan orang lain.
Jika hal ini dilakukan selama proses pembelajaran di kampus, maka mahasiswa
akan mudah mengontrol emosinya, tidak mudah terpengaruh dengan tindakan
anarkis, dan mahasiswa akan memilih cara-cara yang baik dalam menyuarankan
aspirasinya.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Degradasi moral atau krisis moral yang terjadi di
Indonesia yang diungkap melalui media cetak dan media elektonik sungguh
memprihatinkan. Penyebabnya diyakini karena terabaikannya pendidikan karakter
dalam institusi keluarga, sekolah/kampus dan masyarakat. Degradasi moral dapat
dilihat dari maraknya perilaku korupsi dan suap, meningkatnya pergaulan bebas,
kenakalan remaja, pemerkosaan dan pembunuhan, meluasnya pornografi dan
penyalagunaan obat-obat terlarang yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan
secara tuntas oleh pejabat yang berwewenang, kekerasaan pada anak yang juga
terjadi di lembaga pendidikan dan berbagai peristiwa lainnya terjadi karena
diabaikannya pendidikan karakter. Karena itu pendidikan karakter adalah suatu
keharusan diterapkan dalam pendidikan formal, pendidikan nonformal dan
pendidikan informal.
Pendidikan karakter yang akhir-akhir ini banyak
diperbincangkan di Indonesia terutama dikalangan akademisi, diyakini mampu
mengatasi degradasi moral yang sedang melanda bangsa ini. Fungsi pendidikan
karakter untuk mengembangkan
potensi dasar individu, untuk penguatan dan perbaikan, dan untuk melindungi. Adapun
nilai-nilai karakter yang dapat diintegrasikan dalam proses perkuliahan adalah
nilai religius, kejujuran, kepedulian, menghormati orang lain, kerja sama, mandiri,
tanggung jawab, adil dan mau memaafkan.
B.
Saran-Saran
1.
Lembaga
Pendidikan Tinggi. Diharapkan dapat mendukung kebijakan pemerintah untuk menerapkan
pendidikan karakter dalam sistem
pendidikan dan memperkuat nilai-nilai karakter bagi mahasiswa dalam proses
perkuliahan.
2.
Bagi para
dosen. Mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam proses perkuliahan sebagai
tanggung jawab moral membentuk insan cerdas, terampil dan berkarakter baik.
3.
Bagi orang tua.
Menanamkan nilai-nilai karakter dan nilai-nilai agama sedini mungkin dalam
keluarga melalui model keteladanan dan mendukung pendidikan karakter di lembaga
pendidikan tinggi.
4.
Bagi mahasiswa.
Menyadari pentingnya pendidikan karakter yaitu bagian dari kesuksesan. Berusaha
sungguh-sungguh memiliki karakter yang baik melalui perilaku pembiasaan.
Membekali diri sendiri dengan pengetahuan, keterampilan, spiritual keagamaan,
dan karakter yang baik selama mengikuti proses pendidikan di kampus. Menyadari
peran dan tanggung jawabnya untuk memajukan bangsa dan peradaban bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan,
Syamsul.
2014. Pendidikan
Karakter: Konsepsi dan Implementasinya secara Terpadu di Lingkungan Keluarga,
Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pidarta, Made. 2002. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Pusat Bahasa Depertemen
Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia,
Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Samani, Muchlas dan
Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Sagala, Syaiful. 2013. Etika dan moralitas
pendidikan.
Jakarta:
Prenamadia Group.
TENTANG PENULIS
Dr. Francisca Sestri Goestjahjanti, SE., MM Puket 1 STIE Insan Pembangunan
Tanggerang
email : sestri.rahardjo@gmail.com dan sestri@ipem.ac.id
email : sestri.rahardjo@gmail.com dan sestri@ipem.ac.id
1 comment:
Sugeng ndalu hehe
Wah mantab Aunt masih setia bikin tulisan, sehat terus majukan pendidikan Indonesia
Post a Comment