Berbicara tentang pendidikan tentu
tidak serta merta tenaga pengajar memberikan materi ajar dengan seadanya karena
terpaksa. Hal ini akan menciptakan mental anak didik sebatas identitas semu
yaitu hadir, absensi mendengarkan guru mengajar lalu bel berbunyi dan pulang,
dengan kejemuan apa bila sang guru mengajarnya dalam tekanan (stress).
Mengikuti mata pelajaran yang dijejali dengan sistem baru, tentu akan
diwajibkan menggunakan buku-buku baru versi tender Kementrian Pendidikan &
Kebudayaan. Dus sistem online yang digalakkan Pemerintah tahun 2004 tidak
berlaku lagi. Sebab di Kurikulum Pendidikan 2013 buku wajib yang seakan-akan
penuh muatan-muatan falsafah kompetensi, harus dipahami betul oleh tenaga
pengajar sehingga kualifikasi yang disyaratkan adalah menjadi dogma. Bagaimana
kesiapan para guru dan guru bantu di sekolah swasta di Sub-urban area atau
pedesaan, yang jelas tidak dilibatkan dalam menyususn Kurikulum 2013 ini (Elsinta 6 April 2013).
Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti
yang tercantum dalam naskah Kurikulum Pendidikan 2013 merupakan rangkaian dari
filosofi yang harus dipahami betul oleh tenaga pengajar khususnya tingkat
Pendidikan Dasar. Sedangkan dari hasil wawancara para pemerhati pendidikan dan
sebagian besar tenaga pengajar, mereka jelas-jelas kurang siap dengan materi
yang cukup banyak, sosialisasinya pun sangat mepet dan tergesa-gesa.
Pertanyaannya mengapa Pemerintah tetap ngotot kurikulum 2013 harus dilaksanakan
tahun ini juga? Sebagai orang yang merasakan keberuntungan saat sekolah dulu
tenaga pengajar dan siswa didiknya begitu sejalan ada ikatan tanggung jawab
bersama, walaupun segala teknologinya masih sangat-sangat terbatas. Kurikulum
Pendidikan tahun 1970 an tidak pernah menjadi beban baik terhadap tenaga
pengajar maupun siswanya. Buktinya di tahun 1973 Indonesia bahkan sampai
Pedesaan mampu mengekspor ke Negeri Jiran (Suhardi guru Desa Boyolali, 1973).
Soal pendidikan bukan hanya tanggung
jawab Sekolah Negeri dan lembaga Pendidikan Negeri, namun tengoklah sejenak
nasib tenaga pengajar swasta yang tersebar di seluruh Indonesia, yang tidak
mendapat subsidi untuk gaji dan kesejahteraan mereka, namun dengan keterbatasan
dan keikhlasannya tetap menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan generasi
penerus bangsa. Juga dialami oleh para orang tua dalam membuat PR dengan
muatan-muatan mata pelajaran yang rumit dan bahannya banyak, karena wajib. Jadi
bila keadaan sekarang saja sudah membuat berat para tenaga pengajar khususnya
swasta dan orang tua murid, apa lagi Kurikulum 2013 tetap dipaksakan tanpa
melalui uji coba, resikonya uang negarayang tealah dianggarkan kurang lebih 2,4
trilyun akan hilang , apabila ternyata implementasinya tidak berhasil.
Manajemen Pendidikan yang buruk.
Membaca
tulisan Dini Koesoema A, pemerhati Pendidikan Tentang “Elektisisme Kurikulum
2013” di harian Kompas tanggal 5 April 2013 dan penulis-penulis sebelumnya.
Kita akan prihatin dan sedih melihat sikap Pemerintah yang memaksakan kehendak
pemalasan berfikir dan merupakan jalan pintas. Sebagai contoh memburuknya manajemen
pendidikan kita, jangankan bisa mengawasi dan memantau dengan cepat pelaksanaan
kurikulum 2013 secara disiplin dan konsekuen di pendidikan dasar yang jumlahnya
jauh lebih banyak dari tingkat pendidikan atas, Ujian Nasional (UN) tingkat
lanjutan atas, seharusnya diadakan pada tanggal 15 April 2013, namun karena
masalah teknis urusan percetakan, kelemahan SDM, maka untuk 11 Propinsi antara
lain Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi, Nusatenggara dan Bali
(Kebanyakan Indonesia Timur). Jumlah siswa SMA dan SMK yang harus mundur dari
jadual UN seharusnya artinya Ujian bukan secara nasional ini sekitar 1,1 juta
murid. Memetik
dari pengalaman berharga ini, hendaknya pemangku kekuasaan dibidang pendidikan
melakukan kajian mendalam internal kepada kementrian atau departemennya apakah
SDM dan jejaringnya sudah siap? Akibatnya kesimpangsiuran, kegalauan dari para
tenaga pengajar, pasti akan berakibat kepada kualitas pengajaran dan akan
berdampak pada perlambatan mencerdaskan anak didik. Herannya DPR juga absen
bila menyangkut proyek yang tidak ada nilainya seperti membela guru yang sedang
resah, orang tua murid yang kebingungan. Semoga tulisan ini menjadi masukan
bagi siapapun yang peduli akan Pendidikan kita.
No comments:
Post a Comment