Perjuangan panjang Asosiasi-asosiasi pemasok pasar modern berawal tahun 2004/2005. Kemudian terbentuklah Aliansi 9 Asosiasi pelaku usaha domestik Maret 2006. Rapat yang diadakan baik internal dengan pihak terkait DPD, DPR, PEMDA DKI, Menko Perekonomian, Perindustrian, Bappenas, KPPU, Aprindo dan Kadin lebih dari 50 kali rapat. Akhirnya Perpres No. 112 tahun 2007 tanggal 27 desember di tandatangan Presiden. Semua pihak menyambut gembira dan berharap memberikan payung usaha yang berkeadilan.
Sayang seribu sayang Peritel besar tidak mau taat bahkan ada yang menerapkan meningkat karena ada yang mengakuisis peritel domestik yang kalah bersaing. Prinsip dagang tetap "B to B" bisnis to bisnis tidak salah, namun pemotongan biaya sampai dengan 60 % kepada Pemasok dan menjual harga rendah kepada konsumen berarti merugikan pemasok dan tentu pasar tradisional. Oleh sebab itu Pebruari 2008 Aliansi mengajukan Juklak segera di buat karena Perpres tidak di indahkan peritel besar. Rapat marathon di gelar baik di Perdagangan, maupun di hotel Treva Jakarta Pusat. Rapat ini di hadiri oleh Aprindo ( Peritel) dan Aliansi ( Pemasok dan Pedagang Pasar) perdebatan seru berlangsung, pasal demi pasal dibahas dan macet di pembatasan dengan angka pada tarding term. Pemasok tetap menginginkan pembatasan dengan angka/ persentase sedangkan Peritel tidak sepaham. Rapat yang biasa dimulai pukul 10. 00s/d pukul 22.00 cukup melelahkan, dengan total pertemuan kuarang lebih 7 ( tujuh kali).
Telah di tandatanganinya juklak permen N0. 53 tahun 2008 pada tanggal 12 Desember, merupakan petunjuk pelaksana dari Perpres N0. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Pengumuman terbuka oleh Menteri Perdagangan Marie Pangestu dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2008 di Pasar Muara Karang Jakarta, merupakan keputusan Pemerintah yang cukup luar biasa, disamping cepat semua isi tuntutan pelaku usaha domestik hampir seluruhnya di terima kecualai perijinan dan Zonasi yang masih di upayakan APPSI( Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) melibatkan Dinas Tata Ruang dan Pemda. Mudah-mudahan Juklak N0 53 tahun 2008 ini jangan sampai bernasib seperti gincu pemerah bibir, selalu berubah mengikuti tren warna kosmetik. Untuk sementara waktu, mari kita belajar berfikir positif terlebih dahulu.
Dalam juklak ini mengatur beberapa perijinan dan zonasi dan trading term (syarat perdagangan) yang dinilai cukup meringankan Pemasok Domestik, karena selama ini potongan yang diterapkan Hypermarket antara 50-60 % diluar reguler discount rata-rata 20 %. Begitu pula keberadaan Pasar / Toko Modern saling berdekatan dan mengancam kontinuitas Pasar tradisional yang selama ini oleh Pemda kurang perawatan sehingga terkesan bau, becek dan jorok.
Harapan dengan Juklak ini, semua pihak dapat menerima dan melaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan, sehingga dapat tumbuh bersama, walaupun dari pihak Ritel Modern ada yang merasa kurang puas dan merasa kecewa.
2 comments:
Benur, eh benar dan betul, juklak hanyalah sejedar tulisan diatas kertas putih, pada pelaksanaan nya siapa yang akan monitor dan apa saksi yang akan dikenakan bagi mereka2 yang membangkang. Jangan2 ini hanya sekedar gebrakan politik didalam mencari simpati masyarakat. Kita lihat saja nanti
Semua tergantung pada pengelola negara, tadi teman yang tinggal 35 tahun di Ausi cerita. Heran kok di Indonesia demam ritel besar,mana lagi berjibun milik asing? kok aneh banget? Di Ausi tidak semarak di Indonesia lho, katanya sambil geleng kepala.
Post a Comment