Monday, May 18, 2020

PAMER BRAND ANYAR : BRAND REPOSITIONING SEBAGAI ALTERNATIF MENCIPTAKAN PELUANG BINIS PARWISATA DI ERA KENORMALAN BARU

 Opini oleh Dr. Tonny Hendratono (Direktur Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo & Dewan Pembina LPER) 
                     
Perlukah industri pariwisata melakukan brand repositioning di era kenormalan baru? Ketika
Dr. Tonny H no 1 dari kiri
mendengar istilah brand repositioning, sebagain besar orang akan berfikir seolah-olah perusahaan diambang kebangktutan. Brand repositioning tidak harus menunggu perusahaan diambang kehancuran, tetapi dapat dilakukan oleh karena faktor persaingan, perubahan internal perusahaan dan  lingkungan bisnis serta  perubahan perilaku pelanggan.  Brand repositioning dapat dijadikan sebagai strategi sukses dalam menghadapi perubahan yang terjadi,  sehingga mampu bertahan dalam persaingan yang semakin kompetitif.
Perusahaan perlu merubah posisi merek saat  agar lebih berari bagi target pasar, perubahan posisi baru dalam merek ini disebut brand repotioning (Vashisht, 2005). Lebih lanjut Varma (2016) menyampaikan beberapa tipe repositioning yaitu value oriented, segment oriented, celebrity oriented,  symbolism oriented, up-market technology, niche oriented, change of image oriented.  Dalam pemasaran  modern , menciptakan nilai yang dinamis sesuai dengan perubahan perilaku pelanggan sangat penting. Fokus pada pelanggan merupakan jalan untuk mendapatkan keuntungan dalam jangka Panjang (Bradlet, 2005). Copeland (2001) menyatakan hanya pelanggan yang menentukan efektif dan suksesnya sebuah perusahaan melakukan postioning atau repositioning. Oleh karena itu, perubahan perilaku pelanggan penting untuk dikaji.
Dr. Tonny Hendratono, LPER dan KEIN
Industri pariwisata perlu mencermati, mengantisipasi dan menanggapi perubahan fundamental dan dratis, yang terjadi pada perilaku wisatawan dalam mengambil keputusan berwisata sebagai dampak pandemik covid 19.   Tuntutan wisatawan terhadap industri pariwisata semakin besar  sebagai bentuk rasa ketakukatan dan kecemasan  terutama dalam hal kesehatan, keamanan, kenyamanan dan kebersihan,  dimana faktor tersebut menjadi salah satu kelemahan industri pariwisata Indonesia.  Salah satu strategi alternatif  yaitu dengan melakukan brand repositioning,  dengan memberikan new value proposition, yang mampu menciptakan brand image baru yang positif dibenak wisatawan. Hendratono (2010) brand image positif memengaruhi kepercayaan dan kepuasan pelanggan yang pada akhirnya menciptakan loyalitas pelanggan.
Pengelolaan brand sangat penting karena brand merupakan salah satu elemen aset tan wujud (intangible assets),  yang bernilai tinggi dalam menciptakan nilai perusahaan (Company value). S&P (2018) meneliti  tentang kontribusi asset tehadap nilai perusahaan, menemukan bahwa kontribusi nilai asset tan wujud pada tahun 2005  tiga kali lebih besar dari pada nilai asset berwujud (tangible assets). Sementara pada tahun 2018 kontribusi nilai asset tan wujud  ( intangible Assets) melonjak lima kali lebih besar dari pada asset berwujud (tangible Assets). Oleh karena itu, sebelum brand meredup, industri pariwisata perlu memprsiapkan strategi brand repositioning  di era kenormalan baru, agar tetap mampu mempertahankan kelestarian keunggulan bersaing  ditengah-tengah persaingan yang semakin kompetitif, dengan pamer brand anyar (brand repositioning) tersebut.

(17 Mei 2020, salam pamer brand anyar, Tonny Hendratono)

No comments: