Saturday, October 2, 2010

Bila Aparat Tendensi Membiarkan



Peristiwa Tarakan, membuat hati kita tersentuh, menangis. Ibu-ibu, anak-anak berbondong-bondong meninggalkan kampungnya. Setelah gebuk menggebuk antar etnis Warga asli dan keturunan suku Bugis terjadi. Lima warga didapati meninggal dunia karena tawuran ini, tanpa ada aparat yang melerai saat kejadian berlangsung.

Berita yang masih ditayangkan di media TV, sebuah bangunan dibakar masa yang sedang berselisih di Tarakan. Peristiwa di Jalan Ampera pun meletus. Tepat di depan pengadilan negeri Jakarta Selatan. Mereka membawa senjata tajam dan pestol pribadi. Lagi-lagi menelan tiga korban jiwa. Aparat Keamanan berdatangan setelah semua terjadi.

Kalau peristiwa demi peristiwa, menunjukkan kesenjangan sosial antara sikaya mungkin hasil korupsi dan simiskin karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Semua gesekan terjadi kesannya diserahkan kepada tiap warga tanpa ada pendampingan, pengawalan dari pihak yang berwajib. Pertanyaannya untuk apa mereka dialokasikan anggaran dari APBN uang Negara?

Rasa aman dan tenteram selama ini didambakan oleh setiap orang akan mulai dipertanyakan. Pasalnnya kejadian tersebut, saat ini mudah terjadi. Apalagi bila benar ada yang ikut menyelam sambil minum air. Maka Negeri tercinta ini butuh perawatan serius. Kejenuhan, kemiskinan warga menambah mudahnya kelompok ini disulut emosi hanya perkara sepele.

Sebagai masukan kepada pemangku kekuasaan, agar sensitif dan tidak membiarkan peristiwa demi peristiwa yang menunjukan rendahnnya pendidikan, kurang berbudayanya suatu bangsa. Menghiasi sederet torehan sejarah yang menyedihkan di era Pemerintahan ini.

Semoga tiap keluarga, tokoh masyarakat, pengamat sosial, media dll dihimbau memberikan pencerahan, agar peristiwa seperti kasus Tarakan dan Ampera tidak terulang kembali.

1 comment:

yenni 'yendoel' said...

ses, kalo mampir di blogmu suka sedih baca kenyataan2 yg terjadi di masyarakat kita.
lagi2 aku harus membandingkan dg masayarakat di sini. di china ada 55 suku minoritas dan 1 suku mayoritas (han). tapi lagi2, gak pernah/amat sangat jarang terdengar kasus bentrokan etnis atau agama. (paling sekali yg aku dengar soal bentrokan di tibet) di sini memang kebanyakan atheis. tapi sudah banyak juga umat yg bergama katolik/kristen. lalu ada kaum muslim dari suku Hui. dan kaum bergama budhis. kebanyakan berpikir atas nama "negara". dan banyak orang china di sini memuja pemimpin mereka, seperti pemimpin jaman dulu "Mao". walau mungkin ada juga yg menjelekkan, tapi gak banyak.
lalu di sini pada kompak, sama2 membenci "jepang". orang jepang di kebanyakan orang china di sebut "re-ben-gui" (jepang si hantu).
suami saya tuh contohnya, bukan bener2 benci juga sih, leibh ke anti. gak mau beli produk2 jepang, kecuali bener2 gak ada pilihan lagi (misalnya kamera). selain dari itu, gak mau dia membeli produk2 jepang.

suka urut dada kalo baca koran2 tanah air. mestinya kita saling berpangku tangan menghadapi bencana2 alam yg menimpa rakyat kita. mestinya gak terjadi bentrokan etnis, bentrokan agama, tawuran siswa/mahasiswa, bentrokan tentara dg polisi, bentrokan polisi/tentara dg rakyat.

kapan yah negara kita bisa punya pimpinan/pemerintah yg bisa mengayom rakyat.