Sunday, August 31, 2008

MK Membatalkan Pasal Kepemilikan Tanah Negara


MK membatalkan pasal 22 UU Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(Oleh Francisca Sestri / Genuk)
29 Maret 2008
 
 
Uji materi (Yudical Review), terhadap UU No. 25 tahun 2007, tentang Penanaman
Modal, merupakan kecelakaan sejarah dalam sistem legislasi di Indonesia.
Peraturan yang dari awal menuai kontroversi karena sifatnya sangat liberal dan melukai
hati bangsa Indonesia. Akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal 22
yang merupakan pengkerdilan terhadap kedaulatan tanah negara.
• Lembaga yang mandul.
Rencana Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk menarik investasi, baik asing
maupun domestik 
Tujuannya untuk menggerakan sektor riil , melalui investasi di Indonesia.
Maka pemerintah(Departemen Perdagangan), berinisiatif mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR
komisi VI, domainnya industri dan perdagangan.
Usia undang-undang tersebut belum genap satu tahun, salah satu pasalnya bernasib sial
karena diadakan uji materi oleh LSM, melalui keputusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam pasal 22 UU No. 25 tahun 2007, memperbolehkan penanam modal di Indonesia,
atas hak guna bangunan dan tanah sampai dengan 95 tahun dan diperpanjang di muka.
Menurut LSM pengusul judicial review atas materi tersebut, bertentangan dengan UUD’45, pasal 33. dan menabrak undang-undang Agraria yang memperbolehkan kepemilikan tanah sampai dengan 45 tahun. Dan bukan 95 tahun diperpanjang dimuka.
Mahkamah Konstitusi (MK), dalam putusannya mengacu kepada dua hal tersebut.
Pertanyaannya mengapa bisa terjadi turbulensi sedemikian parahnya.
Public akan semakin dapat menilai kinerja para wakil (DPR) yang duduk terhormat di Senayan, diharapkan dapat mengakomodir masukan rakyat yang diwakilinya.
Ternyata sangat menyakitkan, menyetujui usulan rancangan undang-undang liberal tersebut, walaupun sudah mengetahui bertentangan dengan UUD dan UU yang sudah ada terdahulu. Ini tindakan konyol dan asal-asalan, mungkin juga keadaan perekonomian makin sulit, dan money politic pun bergulir, kata orang jawa “tumbu entuk tutup”. DPR dalam hal ini mandul atau mengejar setoran?, rasanya rakyat makin pintar menilainya. Dengan dalih kalau terlalu lama payung hukumnya dibuat, investor makin tidak ada yang masuk, ini kan bahasa politis. Sehingga dikebut dalam enam bulan, yang isinya sangat merendahkan martabat Negara.
Seperti diwartakan harian kontan tanggal 27 Maret 2008 : MK membatalkan kepemilikan tanah negara”
• Revisi Peraturan Presiden.
Seringkali perpres di revisi menunjukan adanya benturan kepentingan antara undang-undang yang satu dan lainnya. Sehingga tidak disangkal lagi Undang-undang tersebut belum bisa dilaksanakan, walupun sudah di undangkan.
Sebagai contoh Perpres 77 tahun 2007 tentang Daftar Negative Investasi (DNI), merupakan juklak dari Pasal 12 , UU No. 25 tahun 2007, mengenai tertutup dan terbukanya investasi di Indonesia. Mengapa demikian?
Peraturan Presiden tersebut apabila di paksakan akan berbenturan dengan Perpres No. 112 tahun 2007 Tentang :Pembinaan Pusat Perbelanjaan, Pasar Modern dan Pasar Tradisional yang diperjuangkan Aliansi 9 Asosiasi Industri. Mengenai persentase kepemilikan asing. Sehingga Peraturan Presiden no 77 tersebut direvisi sedemikian rupa agar kepemilikan asing atas perusahaan yang berdomilsili di Indonesia yang sudah terbuka ( go publoic) dapat ditingkatkan sampai dengan 100 %. Alasanya pembelian saham di bursa sulit di kontrol oleh Pemerintah dalam hal ini Departemen Perdagangan.
Maka berubahlah Perapres 77 menjadi Perpres 111 tahun 2007 tentang DNI.
Sungguh luar biasa tangan-tangan pemangku kepentingan tunduk kepada pemodal asing.
Oleh sebab itu Bank-bank, Ritel modern, Pelayaran strategis, TV dll, mayoritas dimiliki oleh asing. Sebetulnya ini bertentangan dengan payung hukumnya sendiri yang mengatakan Kepemilikan asing harus berbadan hukum dan max 49 %. Kenyatannya tidak demikian.
• Kedaulatan Ekonomi.
Mencermati keadaan yang ada, kita berharap memiliki seorang pemimpin yang
berkepribadian kuat, sehingga akan tercipta kedaulatan ekonomi untuk kesejahteraan
sektor riil pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Dengan dikuasainya infrastrukur perekonomian terutama berbasis UKM oleh bangsa
lain , maka kita akan menjadi penonton di negeri sendiri.
Sektor industri , sektor pertanian saat ini sangat tergantung dari impor, baik bahan baku industri, beras, kedelai juga kita impor.
Celakanya ketika dunia internasional di guncang krisis minyak dan pangan, kita kelabakan. Mestinya Indonesia tidak perlu masyarakatnya mengantri sembako dan minyak tanah, karena disini ada sumber alamnya. Namun karena pemerintah tidak memiliki program jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang jelas dan terfokus, akhirnya bukan kedaulatan ekonomi yang digenggam, tetapi ketergantungan kepada dunia luar yang dihadapi. Belum lagi apabila asing yang semakin kuat dan membentuk kartelisasi, tidak tahu lagi nasib bangsa kita.
Mudah-mudahan semua ini menyadarkan para pemangku kekuasaan untuk mulai memikirkan kedaulatan kita sendiri. Seperti pidato Bung Karno yang berapi-api tentang seruan untuk “BERDIKARI” berdiri diatas kemampuan kaki sendiri.
Atau kita akan mati diatas lumbung sendiri.......

No comments: