Monday, April 15, 2013

Kesiapan Guru Era Kurikulum 2013




            Berbicara tentang pendidikan tentu tidak serta merta tenaga pengajar memberikan materi ajar dengan seadanya karena terpaksa. Hal ini akan menciptakan mental anak didik sebatas identitas semu yaitu hadir, absensi mendengarkan guru mengajar lalu bel berbunyi dan pulang, dengan kejemuan apa bila sang guru mengajarnya dalam tekanan (stress). Mengikuti mata pelajaran yang dijejali dengan sistem baru, tentu akan diwajibkan menggunakan buku-buku baru versi tender Kementrian Pendidikan & Kebudayaan. Dus sistem online yang digalakkan Pemerintah tahun 2004 tidak berlaku lagi. Sebab di Kurikulum Pendidikan 2013 buku wajib yang seakan-akan penuh muatan-muatan falsafah kompetensi, harus dipahami betul oleh tenaga pengajar sehingga kualifikasi yang disyaratkan adalah menjadi dogma. Bagaimana kesiapan para guru dan guru bantu di sekolah swasta di Sub-urban area atau pedesaan, yang jelas tidak dilibatkan dalam menyususn Kurikulum 2013 ini  (Elsinta 6 April 2013).
Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti yang tercantum dalam naskah Kurikulum Pendidikan 2013 merupakan rangkaian dari filosofi yang harus dipahami betul oleh tenaga pengajar khususnya tingkat Pendidikan Dasar. Sedangkan dari hasil wawancara para pemerhati pendidikan dan sebagian besar tenaga pengajar, mereka jelas-jelas kurang siap dengan materi yang cukup banyak, sosialisasinya pun sangat mepet dan tergesa-gesa. Pertanyaannya mengapa Pemerintah tetap ngotot kurikulum 2013 harus dilaksanakan tahun ini juga? Sebagai orang yang merasakan keberuntungan saat sekolah dulu tenaga pengajar dan siswa didiknya begitu sejalan ada ikatan tanggung jawab bersama, walaupun segala teknologinya masih sangat-sangat terbatas. Kurikulum Pendidikan tahun 1970 an tidak pernah menjadi beban baik terhadap tenaga pengajar maupun siswanya. Buktinya di tahun 1973 Indonesia bahkan sampai Pedesaan mampu mengekspor ke Negeri Jiran (Suhardi guru Desa Boyolali, 1973).
            Soal pendidikan bukan hanya tanggung jawab Sekolah Negeri dan lembaga Pendidikan Negeri, namun tengoklah sejenak nasib tenaga pengajar swasta yang tersebar di seluruh Indonesia, yang tidak mendapat subsidi untuk gaji dan kesejahteraan mereka, namun dengan keterbatasan dan keikhlasannya tetap menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa. Juga dialami oleh para orang tua dalam membuat PR dengan muatan-muatan mata pelajaran yang rumit dan bahannya banyak, karena wajib. Jadi bila keadaan sekarang saja sudah membuat berat para tenaga pengajar khususnya swasta dan orang tua murid, apa lagi Kurikulum 2013 tetap dipaksakan tanpa melalui uji coba, resikonya uang negarayang tealah dianggarkan kurang lebih 2,4 trilyun akan hilang , apabila ternyata implementasinya tidak berhasil. 

Manajemen Pendidikan yang buruk.
Membaca tulisan Dini Koesoema A, pemerhati Pendidikan Tentang “Elektisisme Kurikulum 2013” di harian Kompas tanggal 5 April 2013 dan penulis-penulis sebelumnya. Kita akan prihatin dan sedih melihat sikap Pemerintah yang memaksakan kehendak pemalasan berfikir dan merupakan jalan pintas.  Sebagai contoh memburuknya manajemen pendidikan kita, jangankan bisa mengawasi dan memantau dengan cepat pelaksanaan kurikulum 2013 secara disiplin dan konsekuen di pendidikan dasar yang jumlahnya jauh lebih banyak dari tingkat pendidikan atas, Ujian Nasional (UN) tingkat lanjutan atas, seharusnya diadakan pada tanggal 15 April 2013, namun karena masalah teknis urusan percetakan, kelemahan SDM, maka untuk 11 Propinsi antara lain Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi, Nusatenggara dan Bali (Kebanyakan Indonesia Timur). Jumlah siswa SMA dan SMK yang harus mundur dari jadual UN seharusnya artinya Ujian bukan secara nasional ini sekitar 1,1 juta murid. Memetik dari pengalaman berharga ini, hendaknya pemangku kekuasaan dibidang pendidikan melakukan kajian mendalam internal kepada kementrian atau departemennya apakah SDM dan jejaringnya sudah siap? Akibatnya kesimpangsiuran, kegalauan dari para tenaga pengajar, pasti akan berakibat kepada kualitas pengajaran dan akan berdampak pada perlambatan mencerdaskan anak didik. Herannya DPR juga absen bila menyangkut proyek yang tidak ada nilainya seperti membela guru yang sedang resah, orang tua murid yang kebingungan. Semoga tulisan ini menjadi masukan bagi siapapun yang peduli akan Pendidikan kita.