Monday, May 23, 2011

Puaskah Menjadi Penyewa di Negeri Sendiri?



Entah hanya saya pribadi yang merasakan kegundahan mendalam, terhadap perkembangan demokrasi yang subur di negara kaya SDA dan SDM seperti Indonesia. Apa yang salah dengan reformasi yang telah diperjuangkan olehh para mahasiswa dibulan Mei 1998 yang lalu? Bukannya sekarang kita benar-benar hidup diera yang bebas merdeka. Kebebasan dan hak setiap warga negara serta merta terakomodir seperti kehendak perancang Indonesia. Atau kita telah terjebak dalam kungkungan kelompok besar yang bersimbar dan bertubuh kekar, setiap saat membuntuti faham kita? Bukan rahasia lagi, bahwa reformasi yang diperjuangkan anak-anak dan saudara kita menyisakan kesesakkan nafas bak kekurangan oxigen bagi kaum minoritas.
Ketika pemaksaan kehendak dari satu kelompok besar semakin mengerucut dan merajalela tanpa kendali dari sebuah fungsi Negara, maka bangsa itu sesungguhnya terjerumus dalam de-persatuan, alias retak menuju pengkotak-kotakkan. Pada akhirnya akan menjadi bangsa yang tidak kuat, tidak percaya satu sama lainnya serta rawan untuk dikuasai bangsa lain.
Hari ini kita tidak perlu terperanjat mengenai dominansi Perusahaan Asing atas investasinya di Indonesia, seperti yang dilansir harian Kompas halaman 1, adalah fakta sejarah. Ekonomi Indonesia sudah mencapai jalannya dikuasai oleh kekuatan Asing. Artinya apa? Bahwa bisnis strategis kita seperti minyak, tambang, telekomunikasi, Perkebunan sawit, Ritel modern, Telivisi bahkan 49 percen kepemilikan Bank-Bank serta Asuransi yang ada di Indonesia pemiliknya adalah orang lain. Memang secara GDP meningkat pesat khusunya Trnsportasi dan Telekomunikasi, secara GNP adalah bukan aset Indonesia.
Saya telah memprediksi jauh sebelum RUU PM 25 tahun 2007 disahkan. Berbgai usaha sudah saya lakukan baik mengirim email ke Petinggi Kadin, Asosiasi bahkan Pakar hukum Internasional, telah sia-sia dan UU liberal yang digagas Kementrian Perdagangan disahkan DPR Kom VI tahun 2007. Dalam pasal tersebut ada salah satu mesin politik dagang yang menentukan yaitu DNI (Daftar terbuka tertutup nya bagi Asing). Ini semua adalah pelajaran mahal, ketika kita selalu ribut tentang paham, pemarginalan Pancasila dll, sementara kita lupa ada arus global yang ingin menyelamatkan negara mereka dari berbagai krisis dunia. Dan kita terlena!
Namun saya salut disaat kegundahan ini melilit beberapa warga negara yang masih dapat dikatagorikan Bangsa Indonesia Yang Tersisa, seorang anak muda Yudi Latif menorehkan pemikirannya dalam sebuah buku "NEGARA PARIPURNA" Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.Yang mengajarkan kepada kita yang lebih tua khusunya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Bahwa didalam Pancasila terkandung suatu keinginan para pendiri bangsa baik laki-laki maupun perempuan seperti RA. Kartini, Cut Nyak Dien dll ingin melihat Negara yang dicita-citakan menjadi wadah dan tamansari bagi penduduknya untuk saling bergotong royong,menghargai tiap insan sebagai ciptaan Tuhan, mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan,untuk sebuah kesejahteraan bersama.
Harapan saya setiap warga negara mau membaca dan memahami buku ini, agar kita tidak puas menjadi penyewa tempat tinggal di negeri sendiri?