Tuesday, August 17, 2010

INDONESIA DI USIA 65 TAHUN



Lapangan Kawedanan Banyudono Kabupaten Boyolali, saat itu 17 Agustus 1973. Riuh dengan semangat menyala-nyala. Dihadiri sekolah-sekolah mulai dari SD, SMP dan SMU sekawedanan.

Kawedanan adalah istilah tempo dulu peninggalan Hindia Belanda, dimana sebelum Dati I ada jabatan Wedana yang membawahi beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Banyudono, Kecamatan sawit, Kecamatan Simo, Kecamatan Teras dan kecamatan Mojosongo. Entah mengapa seperti Karesidenan Surakarta juga membawai 5 titik Kabupaten dan 1 pusat kota sebagai otonomi residen.

Walaupun terasa terpusat dan tidak terdengar apalgi terbersit otonomi daerah seperti saat ini. Sejak tahun 2004 telah penuh sistem pemerintahan berubah total dari UUD45-Ke UUD 2002 dimana Pemilu langsung baik Legislatif, DPD, Presiden-Wakil, Walikota-Wakil, Bupati-Wakil dan Gubernur-wakil.
Namun Bendera Merah Putih yang berkibar di setiap tanggal 14 Agustus sebagai hari Pramuka, puncaknnya pada Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.

Seusai peringatan upacara menaikkan bendera pada jam 10 pagi serta upacara penurunan bendera pada sore hari, tidak ada rasa bersungut-sungut ataupun terpaksa. Diwajah setiap murid tersebut.

Dijaman global ini rupannya waktu menggelinding begitu cepat, jangankan dirumah-rumah penduduk, didalam upacarapun pengibaran Sang Merah Putih terasa seadannya, tidak ada greget ataupun merasa memiliki, bangga terhadap sejarah perjuangan ketika benda itu pertama kali berkibar di Jl.Pegangsaan Timur oleh Sang Proklamator Soekarna-Hatta.

Seiring terjadinya antrean BBM, Harga-harga bahan pokok melambung,kenaikan tarif listrik sampai dengan jatuh korban ledakan tabung gas 3 kg, tindak kekerasan kepada masyarakat tertentu...mungkinkah hal itu yang membuat hati warga tidak peduli lagi Kemerdekaan Indonesia. Bahkan Petani miskin, Pedagang Pasar dan Nelayan apabila disentuh dalam suatu dialog mereka berujar, merdeka apa tidak sama saja. Nasib orang miskin semakin sulit, ah mau reformasi atau apa istilahnnya itu kan urusan para elit.

Begitulah suasana hati beberapa warga negara yang menyikapi, 65 tahun Negara kita merdeka. Semoga ditangan para generasi muda, sebagai estafit kepemimpinan yang akan datang, menjadi perenungan akan para pemimpin bangsa saat ini. Untuk cita-cita Kemakmuran seluruh bangsa dalam suatu ASA!
Dirgahayu Hari Jadi Republik Indonesia, terlalu sayang bila terus merintih didepan 237 juta jiwa yang bersemayam diatasnya.

Thursday, August 5, 2010

MDG's dalam wacana REDENOMINASI

Mileneum Development Goals, suatu cita-cita tiap negara dalam menyejahterakan warganya,melalui baik peningkatan kesehatan, meningkatkan pendidikan sampai mengurangi angka kemiskinan. Apabila kita menengok Pembukaan UUD'45 secara cermat,maka sandingkan cita-cita semangat mengangkat harkat,kesejahteraan warga negara
melalaui pembanganan perekonomianpun telah termanifes didalamnya.

Mengapa mesti China.
Hasil pengukuran MDG's atas nominasi tiap-tiap negara yang mengamini tercapainya cita-cita tersebut adalah CHINA,dng mengukir record sebagai negara tersukses mewujudkan MDG's tersebut dengan keberhasilannya mewujudkan kondisi PENGURANGAN KEMISKINAN dari 350 juta jiwa ke jumlah separonya unt periode 2009,dan diprediksi angka kemiskinan akan menurun ditahun tahun mendatang.
China negara komunis terbesar di dunia dengan penduduk milyaran,tdk saja mampu mengangkat citra bangsanya melalui Perekonomian tetapi didukung juga dng pengembangan teknologi baik di bidang industri maupun komunikasi. Reformasi birokrasi dilakukan sehingga di era milenium ini investasi di negara tirai bambu tersebut terancam kekurangan energi.Unt memperlambat perekonomian China agar dunia bisa berkembang Ia rela mendevaluasi nilai Yuan thd mata uang asing khususnya Amerika yang menekannya beberapa tahun lalu.Bahkan PDB China melaju hampir 9% di tahun 2009 disaat dunia meradang karena krisis.
Indonesa konon juga mencapai cita-cita tersebut, bedanya terletak pada defacto warga negaranya banyak mengalami kesulitan, terlihat dari rendahnya pengetahuan dan pendidikan yang mengejawantah bentuknya sebagai korban meledaknya tabung gas setiap saat tanpa dapat menghindarinya, karena tidak ada pilihan, pasrahkah? mungkin!

Redenominasi Rupiah.
Dua hari yang lalu sebelum opini ini dituliskan, Pejabat Sementara Darmin Nasution mengungkapkan rencana BI akan meredenominasi rupiah secara bertahap mulai tahun 2012. Penulis tidak mengerti mengapa situasi surplus hanya di cermati dari membaiknya perekonomian dari sektor keaungan,bukan PDB di sektor riil. Dengan demikian penyederhanaan digit rupiah di sinyalir bukan keputusan BI secara tepat dan preoritas, tetapi lebih dari kebingungan unt mengintervensi rupiah agar tidak menguat,walaupun sudah terlambat menembus angka psikologi di bawah angka Rp.9000,- per USD. Ini berkaitan dengan kesepakatan IMF-RI saat krisis tahun 1997-1998 puncaknya.Bahwa RI nenganut Kurs mengambang. Walaupun saat itu Presiden Suharto telah mengajukan rate tetap dalam waktu tertentu atas dasar konsultasi dng Prof.Jeffri namun tetap ditolak IMF.

Solusi.
BI sebaiknya memreoritaskan tugas pokok yaitu mendorong dan kontrol penyaluran kredit karena rupiah menumpuk di sektor keuangan/ SBI,Simpan kepada dunia usaha khususnya UMKM dan mekanisme cepat melalui bank bank komersial,walaupun sebagian besar bank bank kita dimiliki swasta asing. Ke dua menjaga stabilitas inflasi pada angka aman. Ketiga menjaga keselarasan nilai tukar rupiah dengan mata uang asing,untuk kepentingan expor kita.

Terlalu dini melakukan redenominasi saat kemiskinan mengancam khususnya pasca perdagangan bebas kawasan ASEAN-China, kecuali ada agenda khusus kethokan/pemotongan uang seperti tempo dulu th 1965 karena inflasi melebihi 400% atau jangan- jangan inflasi kita memang tinggi tetapi terekam hanya 4-5%.
Belajarlah dari China yang komunis tetapi mengendalikan perdagangan global di setiap lini sektor. Agar Negara kita yang kaya SDA,SDM bisa menguasai salah satu sektor saja mis Agroindustri.Semoga...