Friday, March 27, 2009

LAGI-LAGI : BENCANA KALI SITU GINTUNG

Siapa yang tidak terperangah? siapa yang tidak terkejut, ketika tanggul sungai Situ Gintung jebol persis di atas dataran rendah padat penduduk di Ciputat Banten dan Tangerang. Ketika hari masih subuh sekitar pukul 4.30 wib suara gemuruh seperti Tsunami melaju ternyata aliran deras sungai tersebut mengantam dinding-dinding tanggul dan akhirnya merenggut nyawa beberapa penduduk sampai lebih dari 70 orang.

Peristiwa-demi peristiwa terus terjadi musibah yang menyebabkan terenggutnya jiwa manusia, mulai pada liburan Lebaran tahun 2004 iring-iringan mobil di jalan Tol Jagorawi, Gempa di NTT, Gempa di Papua dan akhirnya 26 Desember 2004 terjadi Tsunami dasyat di Serambi Mekah Aceh dan sekitarnya menhancurkan harta benda dan lebih dari 100.000 orang meninggal dunia. Kemudian tahun 2005 beberapa gunung mulai batuk-batuk di Sulut, Jawa tak ketinggalan gunung Merapi yang diperkirakan akan meletus di tahun 2006 tidak terjadi, namun banyak pengungsi yang sempat di evakuasi. Pada bulan April tahun 2006 Yogya dan Jateng di guncang gempa dasyat dan menewaskan lebih dari 1000 jiwa.Pada bulan Juni 2006 terjadilah semburan lumpur Lapindo yang samai saat ini belum bisa diatasi, yang menyisakan 3 kecamatan harus tertutup lumpur dan penduduk terpaksa mengungsi. 

Pada tahun 2007 gempa bumi di Sumbar, Solok terjadi yang mengakibatkan trauma penduduk setempat. Begitu pula daerah Pangandaran tak luput dari terjangan gempa sampai terasa di Jakarta. Begitu juga di Cimahi Bandung beberapa penduduk tertimbun sampah dan merenggut beberapa jiwa manusia.

Pada tanggal 27 Maret 2009, terjadi di Ciputat Banten yang menewaskan lebih dari 70 orang.

Dari kejadian-kejadian tersebut baik karena alam maupun kekeliruan manusia, bisa kita renungkan dan intruspeksi untuk berjaga-jaga bahwa bencana saat dunia sudah penuh sesak menyangga keinginan dan kebutuhan makhluk hidup termasuk tumbuh-tumbuhan yang bertumpu diatas tempat yang disebut bumi, bisa terjadi kapan saja dimana saja ketika bumi mencari keseimbangan baru. Sama seperti manusia akan bergerak dinamis untuk mencari sesuatu untuk kebutuhan dan keinginannya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita semua yang selalu ingat dan waspada, bahwasanya kita tidak berkuasa atas alam semesta, hanya menumpang selama kita masih diperkenankan mengelola sesuai talenta yang diberikan olehyang Empunya  kuasa. Amin

Wednesday, March 18, 2009

Demokrasi Seperti tertelan Buah Kedondong

Kita semua mungkin pernah merasakan ketika masa kecil pernah makan permen, dan menjadi kalang kabut ketika permen yang cukup besar tersebut ketelan nyangkut di kerongkongan kita. Mata sampai melotot karena tercekik, mau ditelan tidak mungkin, dimuntahkan sulit dilakukan. Jalan satu-satunya adalah dibawa ke dokter THT yang lebih ahli  tentang hal ini.

Sepuluh tahun reformasi yang menggulirkan demokrasi yang sedang dan akan berjalan di republik ini. Bahkan pemilu langsung para caleg dan calon presiden pun di tahun 2009 benar-benar sama dengan di Amerika. Banyak Partai, banyak Caleg dan membingungkan publik, setiap orang dari buruh tani, buruh pabrik, pegawai, ekekutif perusahaan dll semua jawabannya pusing dan pusing. Jangankan mereka yang awam, para Caleg yang baru saja juga bingung sosialisasi masalah coblos dan contreng, belum lagi DPT-DPT yang tidak tepat sampai ke RT-RT, semrawut katanya.

Proses ini mau tidak mau tetap harus berjalan melalui seribu janji-janji manis kampanye, dan tentu semakin banyak orang akan menjadi golput, karena capai dan lelah. Namun masih ada pilihan bagi para elit politik untuk mereposisi citra demokrasi kearah yang menjadi pesta demokrasi yang benar.

Pertama melanjutkan sistem demokrasi liberal multi partai bisa 50 partai, 100 partai seperti di Amerika? Anggaran tinggi dibutuhkan untuk  penyempurnaan-penyempurnaan konstitusi yang baru beberapa kali mengalami perubahan. Tentu resikonya tidak mudah. Para DPR yang terpilih nanti harus menguasai benar tiap permasalahan legislasi yang aspiratif untuk kepentingan masyarakat sesuai janji-janji mereka, jauh lebih berkualitas dibandingkan yang sekarang ada membuat UU banyak yang dikoreksi MK atau bahkan dibatalkan, sesuai yang diamanatkan UUD 45 : 2002. Begitu juga Presiden terpilih yang memilki kedudukan setara DPR,MPR, DPD dan Lembaga Tinggi Negara lainnya memiliki  ligitimasi sah langsung dari rakyat, seyogyanya tegas dan berani mengambil keputusan secara cepat demi kepentingan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia.

Kedua apabila kenyataan diatas bukan semakin membuahkan hasil yang baik, bahkan semakin timbul perpecahan-perpecahan antar kelompok yang akhirnya benar-benar mengancam keutuhan NKRI, maka perlu dengan pikiran yang jernih dan hati lapang setiap elit politik, para cendekiawan, kampus, dan pelindung keamanan mengambil langkah musaywarah untuk mufakat, tanpa menelan biji kedodong  yang mengganjal pernapasan berbangsa dan bernegara.

Dari pandangan tersebut semua pilihan ada resiko yang harus dibayar, opportunity cost mau menelan biji kedondong atau mengeluarkan dari kerongkongan? tentu untuk menciptakan kondisi demokrasi yang pantas dan pas bagi bangsa dan negara kita.